2009/04/13

cat wallpaper

Partai Kebangkitan Nasional Ulama (pknu) dideklarasikan pada tanggal 31 maret 2007 m / 12 rabiul awal 1428 h. PKNU diklaim sebagai partai para Ulama, pendiriannya pun dilaksanakan di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, dikukuhkan oleh 17 kiai pendiri pknu, diantaranya;
1. KH. Abdullah Faqih (langitan, Tuban)
2. KH. Ma'ruf Amin (tanara, Banten)
3. KH. Ahmad Sufyan (panji, Situbondo)
4. KH. Abdurrochman Chudlori (tegalrejo, Magelang)
5. KH. Sholeh Qosim (sepanjang, Sidoarjo)
6. KH. Mas Muhammad Subadar (besuk, Pasuruan)
7. KH. M Idris Marzuki (lirboyo, Kediri)
8. KH. A Warson Munawwir (krapyak, Yogyakarta)
9. KH. Abdul Adzim Suhaimi, MA (mampang prapatan, Jakarta)
10. KH. Nurul Huda Djazuli (ploso, Kediri)
11. Humaidi Dahlan, lc (Banjarmasin)
12. Habib Hamid bin Hud al-atthos (cilitan, Jakarta)
13. KH. M Thohir Syarkawi (pinrang, Sulsel)
14. KH. Chasbullah Badawi (cilacap)
15. KH. Muhaimin Gunardo (parakan, Temanggung)
16. KH. Abdullah Sehal (demangan, Bangkalan)
17. KH. Aniq Muhammadun (pakis, tayu, Pati)

semoga tetap menjadi "rohmatan lil'alamin".

2009/03/06

Gus Dur

Abdurrahman Wahid yang akrab dipanggil Gus Dur, Beliau lahir tanggal 4 Agustus 1940 di desa Denanyar, Jombang, Jawa Timur. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Ayahnya adalah seorang pendiri organisasi besar Nahdlatul Ulama, yang bernama KH. Wahid Hasyim. Sedangkan Ibunya bernama Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri. Dari perkawinannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikarunia empat orang anak, yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.
Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi ayahnya. Selain itu beliau juga aktif berkunjung keperpustakaan umum di Jakarta. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah, surat kabar, novel dan buku-buku. Di samping membaca, beliau juga hobi bermain bola, catur dan musik. Bahkan Gus Dur, pernah diminta untuk menjadi komentator sepak bola di televisi. Kegemaran lainnya, yang ikut juga melengkapi hobinya adalah menonton bioskop. Kegemarannya ini menimbulkan apresiasi yang mendalam dalam dunia film. Inilah sebabnya mengapa Gu Dur pada tahun 1986-1987 diangkat sebagai ketua juri Festival Film Indonesia.
Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh. Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika Gus Dur berada di Mesir.
Sepulang dari pengembaraannya mencari ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971, beliau bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga tahun kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Beliau kembali menekuni bakatnya sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat dalam kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono dalam proyek pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M yang dimotori oleh LP3ES.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke Jakarta. Mula-mula beliau merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama, sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin. Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap `menyimpang`-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agama sekaligus pengurus PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahunn 1983. Beliau juga menjadi ketua juri dalam Festival Film Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-`aqdi yang diketuai K.H. As`ad Syamsul Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4. Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur kontroversial. Seringkali pendapatnya berbeda dari pendapat banyak orang.

Nama sebenarnya ialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Ahmad al-Ghazali. Ia dilahirkan di kampung Ghazalah termasuk wilayah Thus pada tahun 450 Hijriyah.
Dalam menuntut ilmu ia senantiasa berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sekitar Thus, lalu ke Jurjan dan terakhir di Naisabur untuk belajar langsung kepada Imam al-Haramain sehingga ia menjadi muridnya yang istimewa.
Lewat gurunya, al-Ghazali bertemu Menteri Nizhomul Muluk. Setelah Imam al-Haramain wafat, Menteri Nizhomul Muluk mengetahui kemampuan al-Ghazali, segeralah ia menempatkannya pada kedudukan terhormat, yaitu sebagai pimpinan perguruan Al-Nizhomiyah, di Baghdad (sebagai pengganti gurunya).
Kedudukan itu diraih al-Ghazali setelah melaluì berbagai komunikasi dan dialog dengan para ulama pada berbagai diskusi ilmiah yang memperoleh perhatian Menteri Nizhomul Muluk. Nizhomul Muluk sendiri menghadiri diskusi itu tidak kurang dari tiga ratus kali kesempatan bersama dengan para tokoh ulama.